Cerpen Sepatu Butut Karya Ely Chandra Perangin-angin Paket Bahasa Indonesia Halaman 84-85 Kelas 9

Cerpen sepatu butut karya Ely Chandra Perangin-angin paket bahasa Indonesia halaman 84-85 kelas 9

Cerpen tentang sepatu butut

Jawaban

Pendahuluan

Lanjutkan cerpen “5epatu Butut" ini secara bebas. Alur yang diputus adalah yang menuju bagian klimaks: membuang sepatu butut atau tidak. Apapun keputusannya dan bagaimana melakukannya selanjutnya tentukan bagaimana cerita berakhir.

Pembahasan

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-angin

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. Tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

Malam pun tiba. Andi sudah pamit untuk tidur. Aku yang setelah makan malam pura-pura telah, bergegas bangkit setelah Andi masuk ke kamarnya. Tempat yang kutuju adalah rak sepatu dan menemukan sepatu butut Andi. Aku masukkan sepatunya ke dalam plastik, tapi ...

“Ibu? Sepatu Andi mau dibawa kemana?” tanya Andi mengejutkanku.

Seperti maling yang kepergok, keringat dingin pun membasahi punggungku.

“Jangan dibuang, bu. Egak ada sepatu yang senyaman itu,” kata Andi sambil berkaca-kata.

“Tetapi kalau tidak dibuang, apa Andi tidak malu dengan teman-teman? Ibu saja malu kok. Ntar ibu dibilang egak mampu membeli sepatu baru buat Andi,” kataku tegas.

“Bukan begitu, bu. Kalau memakai sepatu yang lain, kaki Andi lecet, Bu,” kata Andi mulai merengek.

Aku hanya bisa terdiam melihat Andi. Aku tahu bagaimana nyamannya memakai sepatu butut. Tidak perlu takut pula apabila terkena air dan debu.  

“Lagipula, sepatunya kan masih bisa dipakai, bu,” tangisnya makin kencang.

(resolusi)

“Baiklah. Baiklah. Sudah, jangan menangis lagi. Andi masih boleh memakai sepatu ini. Tapi dengan satu syarat,” kataku sambil memeluknya.

“Apa, bu?” tanyanya sesenggukan.

“Nanti ibu belikan sepatu baru. Selama kaki Andi menyesuaikan dengan sepatu barunya, sepatu lamanya boleh dipakai. Tapi jangan sering-sering ya,” kataku sambil menghapus airmatanya.

“Terima kasih, bu. Tapi Andi boleh memilih sendiri sepatunya kan, bu?” tanyanya sambil tersenyum.

“Boleh. Boleh. Tapi jangan mahal-mahal ya,” kataku sambil mengembalikan sepatu bututnya ke rak sepatu lagi.

Pelajari lebih lanjut

Untuk kelanjutan cerita Sepatu Butu dengan akhir yang berbeda, dapat dilihat di:

https://brainly.co.id/tugas/12658544

----------------------------  

Detil Jawaban  

Kelas: IX

Mapel: Bahasa Indonesia  

Bab: Menyusun Cerita Pendek (Bab 3)

Kode: 9.1.3

Kata Kunci: teks cerpen, cerpen Sepatu Butut, melanjutkan cerpen Sepatu Butut secara bebas

Cerpen sepatu butut karya Ely Chandra Perangin-angin paket bahasa Indonesia halaman 84-85 kelas 9

Apa isi dari cerpen pada halaman 85 b.indonesia kelas IX

Jawaban:

Isi dari cerpen pada halaman 85 bahasa Indonesia kelas IX adalah melanjutkan isi cerpen "Sepatu Butut" secara bebas. Alur yang diputus adalah alur pada klimaks dengan memutuskan apakah sepatunya dibuang atau tidak.

         Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit, cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

         Aku ambil sepatu Andi dari rak dan memasukkannya ke dalam tas kresek. Dengan berjalan mengendap, aku menuju ke pintu ke belakang, ke tempat pembuangan sampah.

         "Mau kemana, Kak?" tanya Andi dari belakangku. Ternyata Andi sedang bermain layangan di halaman belakang.

         "Mau membuang sampah," kataku gugup.

         "Taruh situ saja, Kak. Nanti Andi yang buang. Andi juga mau membuang potongan bambu ini," kata Andi masih bermain layangan.

         Jangan-jangan Andi tahu kalau aku akan membuang sepatunya. Karena merasa ketahuan, aku bingung harus berbuat apa.

         "Nanti Andi buangnya, Kak. Tidak apa-apa kok," kata Andi tersebyum.

         Karena merasa bersalah, aku letakkan tas kresek itu di dekat potongan bambu yang ditunjuk Andi. Aku pun berlari masuk, takut ketahuan.

         Pagi itu tampak tenang. Biasanya Andi akan marah-marah kalau tidak menemukan sepatu bututnya. Andi duduk dengan tenang sambil minum susu di meja makan. Ibu juga yang biasanya sibuk mencari sepatu butut Andi, sedang memasak untuk sarapan kami. Aku duduk di depan Andi dan mengamati raut mukanya. Kenapa mukanya tampak tidak marah dan sedih?

         "Kakak pasti bingung ya kenapa aku tidak mencari sepatuku?" tanya Andi sambil tersenyum. Aku pun mengangguk bingung.

         "Sebenarnya, Andi tahu Kakak yang memasukkan sepatu Andi ke tas kresek. Andi melihatnya ketika Andi mau mengambil pisau di dapur," kata Andi sambil menghela napas. "Andi tuh tidak tega membuang sepatu itu. Bahkan memasukkannya ke tas kresek. Kakak ingat kan? Itu sepatu pemberian nenek sebelum meninggal. Andi sudah membuangnya kemarin, tanpa melihatnya. Jadi, Kakak sudah membantu Andi. Terima kasih ya, Kak."

         Aku tersenyum kecut. Ah Andi, kalau tahu kamu mau membuangnya tetapi tidak tega, kenapa tidak memberitahuku? Tentu sudah aku buang sepatu butut itu dari dulu-dulu.

Penjelasan:

Konflik cerpen di atas adalah ketika Kakak akan membuang sepatu tetapi Andi mengetahuinya. Alur dari cerpen ini mengarah ke resolusi ketika Andi menjelaskan kenapa ia tampak tenang ketika mengetahui sepatunya hilang.

Kata yang digaris miring pada kelanjutan cerpen di atas adalah kata-kata yang tidak baku tetapi lazim digunakan dalam kalimat percakapan.

Pelajari lebih lanjut contoh kelanjutan dari cerpen Sepatu Butut dengan akhir yang berbeda pada https://brainly.co.id/tugas/12658544

#BelajarBersamaBrainly

Jawaban Indonesia Kelas 9 Hal 85 Kegiatan: 3 Membuat Cerpen
Jawab Donk Besok Dikumpulkan

JUDUL: PEMUDA TERSESAT

pada suatu hari ada pemuda tersesat.....

Penjelasan:

maaf kalau salah

Jawaban bahasa indonesia kelas 9 halaman 84-85

Langkah langkah dan penjelasan:

maaf mana gambar yang di maksud

Detail jawaban

answer by: INIDAVA24

Cerpen sepatu butut karya Ely Chandra Perangin-angin paket bahasa Indonesia halaman 84-85 kelas 9 koda dari cerita tersebut

Koda pada cerpen adalah bagian akhir cerita yang berisi penjelasan tentang  sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami  peristiwa puncak.

Tetapi tidak semua cerpen memiliki koda, tergantung kepada penulisnya. Ada  cerpen yang penyelesaian akhir  ceritanya itu diserahkan kepada imaji pembaca.

Pembahasan

Pada cerpen Sepatu Butut pada halaman 84-85, belum ada komplikasi atau peristiwa puncak. Bagian terakhir yang dituliskan di buku adalah bagian rangkaian peristiwa yang dialami oleh tokoh.  Jadi, untuk menentukan kodanya, kita harus membuat puncak konflik dari cerpen tersebut.

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-Angin)

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. Tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi) - Menuju konflik (rising action)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

“Ibu,” sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.

“Baru pulang ya?” tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butut yang sedang dipegangnya.

“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh,” katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.

puncak konflik (turning point)

Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa ia begitu sayang dengan sepatunya.

“Ndi, Ibu boleh bertanya? Kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.

“Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? Ini kan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke toko sepatu. Meski dengan susah payah, nenek masih saja memilihkan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil menatap sepatu bututnya.

Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir dua tahun yang lalu, ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air di mataku.

(resolusi) - penyelesaian (koda)

“Kalau Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.

“Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur,” kataku terharu.

“Terima kasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.

----------------------------  

Detil Jawaban  

Kelas: IX

Mapel: Bahasa Indonesia

Bab: Menyusun Cerita Pendek (Bab 3)

Kode: 9.1.3

Kata Kunci: teks cerpen, cerpen Sepatu Butut, melanjutkan cerpen Sepatu Butut secara bebas, koda

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jelaskan Gangguan Sistem Pencernaan Berikut 1.Konstipasi 2.karies Gigi 3.Parositis(gondongan) 4.malnutrisi

Salah Satu Ciri Gunung Berapi Yang Aktif Adalah

Fekunditas Ikan Kakap Merah